Pura Luhur Puncak Sari Yang Spesial
Siapa yang tau pura Puncak Sari ? Biasanya disebut Pura muncak Sari.
Pura Pucaksari terletak di Desa peninjoan yang beriklim sejuk karena
letaknya berada di ketinggian. Dari pura ini terlihat pemandangan khas
Bali yakni Pantai Selatan Bali sejauh mata memandang. Ketika fajar
keluar dari peraduannya, maka akan terlihat matahari terbit dari balik
Gunung Agung yang dipercayai memiliki daya magis. Dari puncak bukit
lihatlah betapa halaman rumah desa yang terpencar di lembah dan bukit
melengkapi alam sekelilingnya, seolah-olah merupakan bagian dari semua
ini.
Memancarkan Air Empat Warna
Pura Pucaksari seringkali dikunjungi oleh tokoh-tokoh supranatural
untuk melakukan semedhi atau memohon kedigdayaan. Sementara oleh
masyarakat sekitar pura ini dianggap sebagai kahyangan untuk memohon
segala keberkahan dan kesejahteraan, meminta hasil panen yang baik, dan
yang terpenting dan unik dikenal untuk melukat dengan empat mata air
panas suci, yakni Toya Emas, Selaka, Tembaga, dan Besi.
Pura Pucaksari diyakini begitu kuat aura magisnya karena keberadaanya
yang jauh dari keramaian, berada di tanah tegal yang tinggi dan rimbun
seperti alas, dipagari oleh pepohonan besar dan dikelilingi pesawahan
khas Bali. Jika melihat dari malam hari maka seluruh daratan selatan
Bali akan terlihat dari pura ini dimana lampu yang berkelip, desiran
angin, suara binatang malam yang membuat suasana pura semakin angker.
Setelah ditelusuri ternyata Pura Luhur ini diempon oleh keturunan
Pasek Kayu Selem. Menurut Pan Indra yang merupakan pemangku pura
menuturkan kisah keberadaan Pura Luhur Pucak Taman Sari, dimulai dari
leluhurnya yang sejak kecil mengabdi kepada Raja Tabanan, sebagai
parekan sayang raja, kemudian setelah dewasa mohon pamit sebagai abdi
akan kembali ke kampungnya mencari jodoh. Karena sudah sekian lama
menjadi abdi yang setia, kemudian raja mengumpulkan para selirnya, Ki
Pasek dipersilahkan memilih salah satu selir raja. Dengan rasa canggung
Ki Pasek memilh salah satu selir, ternyata selir tersebut sedang hamil.
Suara Genta yang Ghaib
Saking angkernya di pura ini seringkali terjadi hal-hal yang unik dan
menyeramkan. Sekitar tahun 1960-an saat terjadinya pergolakan partai,
waktu Sesuhunan Pura Luhur Pucak Sari Bugbugan lunga ke Beji, setelah
selesai upacara di Ratu Nyoman Alit, umat bermaksud sesuhunan tidak
dimampirkan ke Pura Luhur Pucak Taman Sari. Para pengiring pembawa
Bandrang, Payung Pagut, Rontek, pemangku, pengiring sudah berada di
jalan besar (jaraknya kurang lebih 500 m), setelah berbaris di jalan
besar, baru disadari ternyata ampilan sesuhunan tidak ada.
Lokasi

Cerita Rakyat
Pura yang mempunyai luas 5 ha ini
dikelilingi oleh hutan belantara, Pura Mucak Sari ditemukan oleh Pan
Rumrum pada jaman enteg Bali, yaitu disaat jaman kerajaan Tabanan masih
berjaya dan belum ada penjajahan. ” Memang tanggal pastinya tidak ada
yang tau, ” tutur Made Sukarya, salah satu pemangku di Pura Muncak Sari.
Made Sukarya yang juga menantu Mangku
Gede Muncak Sari, menuturkan bahwa pada awalnya Pan Rumrum yang berasal
dari Desa Puluk-Puluk, Penebel, Tabanan, bersama anak dan tetangganya
mencari rotan di hutan untuk membangun rumah. Setelah mendapatkan rotan,
tiba-tiba ada hujan lebat disertai angin dan kabut tebal, beliau
beserta anak dan tetangganya tidak mengetahui jalan pulang karena
diselimuti oleh kabut. Akhirnya Pan Rumrum memohon maaf karena tidak
minta ijin mengambil rotan dan berjanji akan menghaturkan banten dan
menjaga pelinggih bebaturan (berupa batu) yang ada disana, jika dia
selamat kembali ke rumah, tidak lama setelah itu hujan, angin dan kabut
hilang dan beliaupun bisa kembali pulang.
Karena sudah berjanji seperti itu,
akhirnya Pan Rumrum setiap 6 bulan menghaturkan banten dipelinggih
bebaturan itu yang sekarang menjadi Pura Muncak Sari, beliaupun menjadi
juru sapuh di tempat itu. ”Sebelum nama Muncak Sari, saat dulu masih
pelinggih bebaturan bernama Bedugul Gumi, karena dipercaya yang
bersatana adalah Sedahan Agung, yang memberikan kehidupan disawah dan
ladang. Namun suatu saat sewaktu Pam Rumrum sudah tidak kuat atau sudah
tua, beliau diganti oleh cucunya bernama Pan Renduh, pada saat piodalan
alit ada pewisik yang mengatakan bahwa pelinggih itu bernama Muncak
Sari, ” tuturnya.
Semenjak itu mulai ada pembangunan untuk
pura, pada rahina buda umanis medang sia, pengempon pura yang terdiri
dari Desa Adat Puluk-Puluk, Desa Adat Tingkih Kerep, Desa Adat Kayu
Puring dan Desa Adat Banjar Anyar melakukan pemelaspasan Pura Muncak
sari.
”Dulu waktu jaman Pengukuran tanah tahun
1948, tukang ukur salah menulis nama di sana ditulis Puncak Sari,
makanya dulu banyak orang yang keliru, padahal yang benar adalah Muncak
Sari,”
Saat ditanya tentang anggapan masyarakat
yang membilang pura jodoh,
Mepica adalah simbol kemakmuran Tuhan dalam memberi anugrahnya, dalam
proses mepica yang berlangsung menjelang matahri terbit, presayang dalam
keadaan kelinggihan membagikan padi dan rambut sedana kepada seluruh
pemedek. Sambil menunggu proses mepica, pemedek khususnya truna-truni
menunggu di wanitilan pura, mungkin dari sinilah para truna-truni saling
mengenal dan akhirnya mereka berjodoh.
”Mungkin berawal dari sanalah ungkapan
pura jodoh lahir, dan banyak pemedek percaya akan hal ini, bahwa
sembahyang di pura ini selain memohon perlindungan, banyak juga yang
memohon untuk mendapatkan jodoh, dan saya percaya akan hal itu, karena
sudah banyak yang terbukti, mereka ketemu disini, akhirnya berjodoh dan
menikah ” kata Made Sukarya.
Selain jodoh, banyak juga pemedek yang
momohon untuk kelancaran dalam berdagang, dan bertani, hal ini
dikarenakan proses mepica adalah membagikan padi dan rambut sedana
kepada pemedek, hal ini dipercaya untuk kesuburan dan hasil yang
melimpah.
Made Sukarya berharap agar kedepannya
pemerintah memperhatikan keberadaan pura khusunya akses jalan yang
menuju pura, karena hal ini sangat berpengaruh untuk kelancaran pemedek
yang akan tangkil ke Pura Muncak Sari.